Makassar. Monday, July 9th 2012
Malam ini, di kamar favorit bercat kuning
mencoba kembali untuk menulis.
Menuangkan secangkir kisah.
Menaburi sedikit canda.
Memberikan sebentuk cerita, menjadi sebuah
kalimat yang nantinya akan kembali kubaca.
Kubaca untuk menghilangkan penat, atau kubaca
untuk sekadar mengingat.
Saya tidak sehebat Dee Lestari dalam
menyusun serangkaian kata kata sastra menjadi kalimat yang sangat indah dan
mudah dipahami. Karena kebanyakan orang-orang tidak menyukai sastra sebab
kata-kata yang dituangkan oleh para sastrawan terlalu rumit. Berbeda dengan Dee
Lestari yang memberi gebrakan baru untuk sastra menjadi suatu hal yang sangat
menarik untuk dibaca, dipahami, dan diceritakan kembali kepada orang-orang
terdekat. Atau bahkan memberi referensi terhadap buku yang telah dibaca .
Seperti salah satu buku favorit yang pernah saya baca dan ingin saya
beritahukan kepada orang-orang untuk membacanya, Perahu Kertas. Tapi Perahu
Kertas mungkin bukan buku, lebih tepat kalau disebut NOVEL.
Saya juga tidak sehebat Pak Dahlan Abu
Bakar, beliau ini adalah salah satu wartawan senior, teman bapak saya ketika
bekerja di Surat Kabar Harian Pedoman Rakyat yang sudah tutup karena gulung
tikar. Heran juga, Koran yang katanya
menjadi pencetus Koran-koran lain di Indonesia Timur sejak tahun 60-an menjadi
bangkrut hanya karena manajemen kepengurusan yang menganut sistem ascribed status. Oh iya, balik ke Pak Dahlan lagi. Beliau
merupakan wartawan senior yang sudah banyak menulis buku-buku biografi
pejabat-pejabat daerah atau pun informasi tentang Sulawesi selatan dari
perspektifnya sendiri ataupun dari perspektif masyarakat umum. Saya tidak
banyak membaca bukunya, hanya melihat beberapa judul buku yang dimiliki bapak
saya karena mencantumkan namanya di cover terdepan. Dari buku-buku tersebut pun
saya hanya membaca beberapa artikel dari sub-bab yang memiliki judul menarik,
tentu saja. Dan ternyata dari beberapa sub-bab yang telah saya baca semuanya
bernilai 8. Tidak menutup kemungkinan kalau semua artikel yang ditulisnya
memang sangat baik, hanya saja sampai saat ini saya masih belum tertarik untuk
membaca beberapa sub-bab lain karena judulnya yang agak ‘berat’. Terlalu dini
memang untuk ber-stereotype, hanya
saja “judge the book by the cover” masih merajai sifatku.
Ada lagi, Bapak Taufiq Ismail. Salah satu
sastrawan hebat yang dimiliki Indonesia yang melahirkan banyak mahakarya dari
coretan tinta yang berasal dari pemikirannya. Padahal beliau adalah lulusan
fakultas kedokteran hewan, disiplin ilmu
yang sangat berbeda dari dunia sastra. Tidak banyak juga yang saya ketahui dari
beliau, hanya karena saat kelas 2 SMA saya pernah mengikuti seminar Sastrawan Bicara Siswa Bertanya 2010,
saya pernah melihatnya memberikan materi bersama beberapa sastrawan lainnya
yang saya ketahui bernama Rahman Arge dan Putu Wijaya. Oh iya, waktu itu
tanggal 27 April 2010 di SMAN 1 Makassar. Saya masih ingat, karena tepat di
halaman pertama buku yang diberikan, saya mencantumkan nama beserta tanggal,
tempat, dan waktu ketika saya menghadiri acaranya. Ditambah lagi, tanda-tangan
ketiga sastrawan di atas yang turut hadir saat itu.
Meskipun tulisan saya terkesan random,
sulit dimengerti, atau tidak berisi sama sekali, tapi saya akan tetap mencoba
untuk menulis dan menuangkan segalanya dalam blog ini.
Menjadi penulis yang bisa menginspirasi
banyak orang juga menjadi salah satu keinginan dalam 100 mimpi yang telah saya buat.
Kalau pun tidak bisa menginspirasi, setidaknya tulisan yang saya buat dapat
dibaca oleh banyak orang, dan menjadi hiburan ketika mereka membacanya J
Saya ingin belajar menulis untuk menjadi
penulis hebat seperti orang-orang yang telah saya sebutkan di atas, Dee
Lestari, Dahlan Abu Bakar, Taufiq Ismail, Rahman Arge, dan Putu Wijaya.
Saya ingin belajar menulis untuk menjadi
editor handal seperti BAPAK, wartawan paling profesional dimana passion journalisme betul-betul melekat
pada kepribadiannya. Saya menjadi kagum karena di umur yang tak lagi muda,
bapak selalu tahu tentang berita-berita dunia. Tentang nama-nama perdana
menteri-presiden-menteri-atau pejabat negara lainnya dari berbagai negara,
tentang peperangan yang terjadi, tentang isu politik, tentang perekonomian
dunia, tentang dunia olahraga, tentang RI dari jaman dulu hingga sekarang, dan
masih banyak lagi. Singkatnya, bapak seperti buku RPUL yang saya miliki. Meski bapak sangat menyadari kalau sains dan teknologi
adalah bukan bidangnya. Dan
satu lagi, dia juga sering berkata kalau sangat tidak mahir berbahasa Inggris
hahaha. Tapi dengan memadupadankan kegemaran membaca dan menulis, menjadikan
bapak orang yang tidak pernah miskin informasi dan karena hal tersebut pula,
bapak memiliki banyak teman dari kalangan pinggiran sampai para pejabat-pejabat
daerah ini.
Saya ingin belajar menulis agar bisa
membuat laporan yang baik dan benar untuk hasil penelitian di kampus dalam
kurun waktu 3 tahun mendatang.
Saya ingin belajar menulis untuk penyusunan
skripsi agar menjadi yang terbaik dan bisa sangat membantu ketika sidang wisuda
kelak.
Saya ingin belajar menulis untuk membuat
esay-esay brilliant yang bisa digunakan ketika melamar beasiswa S2 atau short course program ke luar negeri yang
kebanyakan mencantumkan pembuatan esay sebagai prasyaratnya.
Saya ingin belajar menulis untuk membuat
tulisan yang kelak akan dibaca orang-orang.
Saya ingin belajar menulis, dan semuanya
akan saya mulai dari sini.
Keep writing Ratu!